Seorang kawan dari Turki selalu
terheran-heran dan tak habis pikir dengan keunikan pendidikan, khususnya
pendidikan tinggi di Indonesia. Ia sedikit menyindir penyelenggaraa pendidikan
di negeri ini, unik tentu bukan dalam hal unik yang “lebih dan beda” di banding
negaranya, atau banyak negara yang pernah dikunjungi.
Kebetulan, sang kawan dari Istambul
tersebut berkuliah di Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta. Saya tak tahu
persis apa jurusan yang diambilnya, yang pasti, ia salah satu penerima scolarship yang di adakan pemerintah
Indonesia untuk mahasiswa asing yang ingin kuliah dan mengenal budaya di
Indonesia.
Beberapa hal ditemukanya pada teman
sekelasnya yang orang Indonesia. Saya sebagai orang Indonesia, sedikit-sedikit
merasa risi oleh ceritanya, yah namun itulah kenyataanya yang harus kita terima.
Temuan-temuanya tersebutlah, bagi kita orang Indonesia mungkin sudah lumrah
dalam kehidupan kita. Yah inilah negeri ini, negeri yang terlalu banyak masalah
yang mengakar dan diketahui khalayak namun tetap dibiarkan.
Kurang lebih hampir satu tahun
tinggal dan kuliah di Indonesia telah membuatnya bisa menarik kesimpulan,
penyebab besar pendidikan di Indonesia dikelola secara asal-muasalan, tanpa
visi misi jelas, target, mubadzir, tanpa fokus, dan tanpa keseriusan
pemerintahnya.
Sang kawan bercerita, Ia heran
bagaimana hampir mahasiswa S2, di UNJ, termasuk di kelasnya selalu bisa meraih
gelar memuskan, bahasa akademiknya Cumlaude, dan bla bla bla. Padahal buku mata
kuliah berbahasa Inggris, Ujian berbahasa Inggris pula, juga dosen yang
menerapkan metode Billingual atau dua bahasa. Ia pun coba mengamati dengan
detail, juga lakukan beberapa obrolan dengan beberapa kawan kelasnya.
Lantas apa yang membuatnya bingung?,
yah usut punya usut, ternyata teman sekelasnya “tak jago” berbahasa Inggris,
bahkan kemampuan bahasa inggris reading, orang Indonesia menyebutnya sebagai
kemampuan “Inggris pasiv” pun, kalau tak disebut bodoh, jauh di bawah rata-rata.
Yang menjadi pertanyaan sang kawan
saya kemudian, bagaimana mereka memahami ceramah dosen yang kebanyakan
Inggrisnya tersebut, memahami buku mata kuliah yang berbahasa Inggris, juga
yang paling mengherankan sang mahasiswa Turki lagi, bagaimana mungkin
teman-temanya yang rata-rata sudah udzur usia ini bisa “selalu pasti” lulus
ujian TOEFL di atas rata-rata, yang kemudian dipakai sebagai pra syarat
kelulusan. Yah tentu anda sebagai orang yang sudah lama hidup di Indonesia bisa
menjawab keheranan kawan saya tersebut.
Penemuanya yang kedua. Ia amati
kawan-kawanya di pasca sarjana, tak ada “niatan mencari ilmu” dari
kawan-kawanya. Untuk kasus yang ini, tentu anda juga telah paham dan bisa
menjawab keheranan si Turki. Dari hasil wawancaranya dengan kawan-kawanya, si mahasiswa
Turki tersebut menarik kesimpulan, hampir semua mahasiswa pasca sarjana di
tempatnya berkuliah hanya untuk satu tujuan, yakni naik gelar.
Yah inilah satu hal dalam dunia pendidikan
kita yang tak maklum namun bisa dimaklumi. Berbeda di negerinya sana, di sini
(Universitas Negeri Jakarta), mereka yang kuliah hampir semuanya pegawai
negeri, hampir tak ada satu pun dari pegawai swasta, kalaupun ada tak seberapa,
entah itu guru, PNS departemen, honorer, sampai perwira militer. Para mahasiswa
golongan tua ini, karena memang umurnya sudah tua, berkuliah hanya untuk
menaikan pangkat golongan, dan tentu menaikan gajinya. Bukan semata untuk “niat
mulia” menjadi pintar, lebih profesional mengabdi pada negara, dan bla bla bla.
Heheh memang sudah berprasangka baik di negeri ini.
Sebenarnya masih banyak
penemuan-penemuan yang lain yang membuatnya heran dan tak dijumpai di negaranya,
namun tentunya maklum bagi kita penduduk pribumi. Seperti, mahasiswa pasca
sarjana harus gengsi gak pakai mobil, mahasiswa “gelar master” tanpa pernah
ikut kuliah dan melakukan penelitian, kelas eksekutif, ucapan selamat layaknya
ucapan belasungkawa, hingga gelar doktor yang tak nyambung, misal seorang
Kapten TNI AL, tapi tesisnya “Pengaruh Gizi Terhadap Pencapaian Belajar Murid
Didik”.
Yah itulah penerapan pendidikan
negeri ini. sampai kapan kita harus terus mengelus dada, semoga mencerahkan.
Best Regard
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !