Mungkin tak banyak
orang tahu, bahwa Soekarno, presiden pertama RI dalang di balik kemajuan
Singapura saat ini. Tanpa jasa Soekarno, kita mungkin tak akan melihat gemerlap
Singapura sebagai sebuah negara tanpa sumber daya alam namun sangat berlimbah
kemakmuran. Yah Soekarno memang tidak melakukan kontribusi apa pun secara
langsung yang membuat negeri mungil di Selat Malaka ini menjadi salah satu
kekuatan ekonomi terbesar di Asia saat ini.
Sejarah dengan
terang lantang mencatat Soekarnolah dalang di balik terbentuknya Singapura. Terbentuknya
Singapura berawal dari sebuah kerusuhan etnis. Semula, sebelum berdiri sendiri
sebagai sebuah negara, Singapura merupakan negara bagian dari Federasi
Malaisya. Federasi Malaisya sendiri merupakan negara boneka buatan Inggris yang
meliputi Semenanjung Malaisya dan Kalimantan Utara.
Jika hafal
pelajaran sejarah, tentu mengetahui politik Soekarno yang akrab dikenal “Ganyang
Malaisya”. Bapak Revolusi ini tak rela beranda negerinya terdapat sebuah negara
boneka sekutu, yang dalam hal ini Inggris, berbagai cara dilakukan Soekarno
menghentikan terbentuknya negara Federasi Malaisya. Dari langkah militer,
hingga diplomasi yang berujung keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.
Sebagai langkah
awal, awal tahun 1965, Soekarno mengumumkan pembentukan Dwikora. Berbagai upaya
Dwikora ditempuh, salah satunya dengan mengirim beberapa relawan secara
besar-besaran namun bertahap, terdiri dari pemuda rakyat dan beberapa tentara
terlatih, menyusup ke beberapa wilayah Malaisya untuk membuat huru-hara.
Upaya tersebut
berhasil, tanpa secara langsung melakukan invasi militer secara langsung, sebenarnya
ada rencana melakukan ekspansi TNI, saat itu kekuatan militer Indonesia bisa
dikatakan salah satu yang terbaik di Asia, namun dengan pertimbangan akan
berhadapan langsung dengan Inggris dan sekutunya, langkah militer sangat
beresiko tinggi.
Penyusupan para
relawan tersebut berhasil dengan baik menimbulkan banyak kekacauan. Dan kekacauan
yang paling hebat terjadi di Singapura. Kerusuhan besar yang berujung kerusuhan
etnis, antar etnis Melayu dan etnis Cina ini dipicu oleh beberapa anggota KKO
(sekarang TNI AL) yang menyusup dan mengahasut suku Melayu membuat kekacauan.
Tanggal 21 Juli
1964, sekitar 25.000 orang Melayu merayakan Maulid Nabi Muhammad, dan bergerak
menuju Geylang Serai, nama suatu tempat konsentrasi pemukiman Suku Cina di
Singapura. Polisi siaga menghalau masa yang telah ditunggangi oleh para anggota
KKO yang telah lihai dalam operasi intelejen ini. Keributan memuncak, setelah
seorang Cina diserang oleh warga Melayu ketika sedang menyaksikan
iring-iringan. Kerusuhan menyebabkan 4 orang tewas dan 178 lainya terluka.
Massa kemudian
malah menyerang balik polisi, dan situasi akhirnya bisa ditebak, yakni sebuah
kekacauan besar. Untuk mengatasi keamanan, pemerintah Federasi memberlakukan
jam malam yang baru dicabut 11 hari setelah kerusuhan. Wakil Perdana Menteri
Malaisya, Tun abdul Razak, langsung menuduh Indonesia dan Komunis berada di
balik kerusuhan.
Tetapi Perdana
Menteri singapura, Lee Kuan Yeuw mengatakan, bahwa kerusuhan dipicu oleh
agitasi yang dilakukan oleh Syed Jafar Albar, tokoh ultra nasionalis UMNO. Tanggal
3 September terjadi lagi sebuah kerusuhan, penyebabnaya seorang tukang becak
warga Melayu yang ditemukan tewas terbunuh. Dan lagi-lagi dihasut oleh para tentara
KKO, para warga Melayu langung menarik kesimpulan dugaan pembunuhan dilakukan
oleh sekelompok orang Cina keturunan.
Sementara mengomentari
biang keladi kerusuhan, baik pemimpin Malaisya maupun Singapura, sepakat mengarahkan
tuduhan dan segala sumber kerusuhan pada negeri tetangganya, Indonesia. Tuduhan
tersebut didasarkan berita adanya pendaratan 30 pasukan elit KKO di Labis Johor
sehari sebelum kerusuhan besar.
Pemerintah
Federasi sangat cemas dengan meningkatnya sentimen rasial antar kelompok Melayu
dan Cina di Singapura. Puncaknya 10 Maret 1965, sebuah bom meledak di McDonald
House yang menagkibatkan 33 orang terluka. Melihat situasi yang tak terkendali
dan khawatir pertumpahan darah akan akan menyebar ke seluruh negara bagian
Federasi Malaisya, yang akan berakibat korban berjatuhan makin banyak, 7
Agustus 1965, Perdana Menteri Malaisya, Teunku Abdul Rahman mendesak parlemen
Federasi mengambil keputusan mengeluarkan Malaisya dari Federasi Malaisya.
Lee Kuan Yeuw
masih yakin, kemajuan Singapura hanya akan diraih jika berada di bawah Federasi
Malaisya dengan segala cara berupaya mempertahankan keberadaan Singapura dalam
kenggotaan Federasi Malaisya. Tetapi upaya keras Lee Kuan Yeuw melobi parlemen
melalui jaringanya, dan orang-orang dekatnya di parlemen, tidak berhasil dan
tidak mengubah keputusan yang sudah bulat, yakni mengeluarkan Singapura dari
Federasi Malaisya pada 9 Agustus 1965.
Hari itu juga,
dengan berat hati dan berlinang air mata, Lee Kuan Yeuw mengumumkan Singapura
sebagai negara berdaulat yang resmi lepas dari Federasi Malaisya. Pemimpin Singapura
ini harus berjuaang menghidupi negerinya dengan luas negara yang sangat mungil
dan sama sekali tanpa sumber daya alam. Namun nasib tiada yang bisa menebak,
setelah dibuang dari Federasi Malaisya, Singapura justru kini menjadi raksasa
ekonomi Asia. Dan sekali lagi, tanpa “ulah” Soekarno, kita tak akan melihat
Singapura sebagai sebuah negara berdaulat dengan pendapatan perkapita teringgi
di Asia Tenggara ini.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !