Saya
mencoba berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang minum teh yang baik dan
menyehatkan. Tulisan ini mencoba membantu ketidaktahuan orang awam selama ini dalam
memilih teh yang beredar di Indonesia, serta manfaatnya bagi kesehatan. Teh,
dalam banyak iklan perusahaan teh, digambarkan sebagai minuman yang berkhasiat
tinggi bagi tubuh manusia. Kandungan yang ada dalam teh memang luar biasa
menyehatkan, selain mengandung anti oksidan tinggi, teh mempunyai kadar kafein yang
jauh lebih aman dibanding kopi.
Kandungan
kafein ini menyebabkan saat orang minum teh, otak manusia akan lebih bekerja
secara efektif dan berfikir cemerlang. Sangat pas dengan iklan perusahaan teh,
yang berkisah seorang istri mengingatkan suaminya tentang pekerjaan rumahnya
yang lama terbengkalai. Dengan minum teh bersama, singkat cerita, si istri
dengan seduhan segelas teh hangat membuat suaminya ingat kembali apa yang
seharusnya dikerjakan.
Namun,
tahukan pembaca jika iklan tersebut ternyata membodohi konsumen? Beberapa
masyarakat yang negaranya yang sangat terkenal dengan tradisi minum tehnya,
akan ogah jika meminum teh buatan iklan tersebut, juga teh-teh lain yang
beredar di pasaran Indonesia. Teh di Indonesia bisa dibilang teh sampah, yang
sebaliknya, bukan memberi manfaat kesehatan justru membawa penyakit kronis
dalam jangka panjang, seperti kanker, ginjal, dan hati.
Penyebabnya,
tak lain adalah selain teh yang jelas tak layak konsumsi, juga penambahan bahan
pewarna pada teh tersebut, tak perlu saya sebutkan merk teh yang diiklan
tersebut. Teh berkualitas merupakan teh yang diambil dari pucuk daun muda yang
dipetik dari kebun teh. Dalam pengolahanya, teh tersebut disortir dalam banyak
kualitas. Di perkebunan teh Indonesia, umumnya kualitas tersebut di bagi dalam
12 tingkat kualitas.
Oleh
perusahaan perkebunan teh, teh kualitas 1 hingga 5 adalah teh yang dialokasikan
untuk tujuan ekspor. Teh yang diekspor Indonesia inilah yang dipakai orang
Jepang dalam meracik teh hijau dalam tradisi minum teh. Orang Jepang menjadi
salah satu masyarakat dengan konsumsi teh terbesar di dunia setelah India,
meski Jepang tak memiliki banyak kebun teh seperti di Indonesia.
Teh
tersebut cenderung berasa pahit di lidah, dengan aroma bau yang kental. Teh tingkat
kualitas 6 hingga 10 diproduksi untuk dibuat teh celup, baik untuk diekspor
maupun di pasarkan di Indonesia. Teh kualitas 5 hingga 10 inilah yang biasanya
dipakai di hotel-hotel atau pun restoran di Indonesia. Dari sisi kualitas,
meski rasa dan aroma jauh berbeda dengan teh kualitas pertama, teh jenis ini
masih bisa dikatakan menyehatkan. Kedua teh tersebut, harganya cukup tinggi
karena memang berasal dari daun teh yang memang berkualitas.
Nah,
lantas apa jenis teh yang dipakai perusahaan teh tersebut, yang umunya dijual
dan sangat diminati masayarakat Indonesia? Teh-teh tersebut dapat kita temui
dengan mudah di supermarket, toko, hingga disuguhkan di warung-warung makan. Teh-teh
ini juga biasanya dipakai masyarakat sebagai bingkisan saat lebaran. Sekali
lagi, Teh-teh yang banyak diminum orang Indonesia tak lain adalah teh sampah.
Teh dengan kualitas nomor paling buncit, yaitu teh kualitas 10 hingga 12 yang
warna dan rasanya “tak lagi” berasa teh. Bagi anda yang kerap bepergian ke luar
negeri, atau petani teh, tentu bisa merasakan perbedaan antara teh sampah
tersebut dengan teh yang benar-benar teh.
Dampaknya,
karena teh yang dipakai merupakah teh yang seharusnya dibuang karena tak layak
pakai, yang hanya mengadung sediikit aroma teh dan warna asli teh, perusahaan
menambahkan pewarna buatan kecoklatan pada teh produksinya. Pewarna yang
dipakai pun jelas merupakan pewarna kimia, yang tentu membahayakan kesehatan
hati dan organ lainya. Ini yang menyebabkan, satu teh celup, bisa membuat warna
sangat pekat pada satu air yang jumlahnya satu galon.
Secara
logika pun anda bisa menebak. Bagaimana mungkin perusahaan teh di Indonesia
bisa menjual teh dengan harga sekotak dengan isi 30 teh celup dengan harga
hanya Rp 4000? Teh yang cocok dikonsumsi adalah teh yang berasala murni dari
pucuk daun, yang oleh pemetiknya sendiri dipetik dengan susah payah. Yang satu
harinya hanya bisa memetik tak kurang dari 5 kilo. Belum lagi ditambah ongkos
produksi, ongkos pengemasan, transportasi, dan pajaknya. Dan tentu perusahaan
teh selalu mengenalkan produk tehnya lewat televisi yang tentu tarifnya sangat
mahal. Secara logika, harga teh sampah
tersebut tak masuk akal dengan harga yang dijual di pasaran yang dijual sangat
murah.
Maka
perusahaan teh murah tersebut, umunya tak mencantumkan komposisi teh buatanya
dalam kemasanya. Ini karena masyarakat awam menganggap teh celup adalah dari
bahan alami teh murni, bukan lah teh buatan seperti teh pada teh kotak yang
juga dijual murah di jalanan. Inilah
yang sampai saat ini membodohi masyarakat Indonesia. Teh yang kita minum, bukan
menyehatkan, sebaliknya justru merusakan tubuh kita jika meminumnya dalam
jangka waktu yang lama.
Teh-teh
berkualitas umumnya dijual dengan kisaran harga di atas 10 ribu per box-nya.
Maka jangan heran bila teh yang diproduksi beberapa perkebunan teh seperti PTPN,
yang memang berasal dari teh berkualitas jauh lebih mahal dari teh di
iklan-iklan televisi. Teh berkualitas juga banyak beredar di kalangan
perusahaan MLM dan distributornya, ini pula yang menyebabkan teh dari MLM
cenderung mahal. (IDR)
setuju. Teh celup S*r*iwang* aja rasanya kaya air tajin, ckck
BalasHapus