Welcome To Mas Jawa Blog :
Home » » Bagaimana Manusia Bisa Melihat Tuhan Dengan Mata?

Bagaimana Manusia Bisa Melihat Tuhan Dengan Mata?

Written By muhammad idris on Rabu, 21 Januari 2015 | 07.37

Saya tak bisa mengimani Allah, jika saya belum melihatnya sendiri dengn mata. Pernyataan tersebut kerap dilontarkan seseorang yang memandang alam, termasuk penciptanya, sebagai materi, sebuah hubungan filosofi kebendaan yang erat kaitanya dengan paham Atheisme. Dunia, tujuan hidup, konsep materi di sini, adalah semua yang ada di alam semesta, bahkan mungkin tuhan sendiri, adalah bentuk lain dari materi yang tercipta secara alamiah, dengan proses jutaan hingga milyaran tahun dalam tahapan evolusi. Mereka berpandangan, semua hal yang muncul di alam semesta adalah berkat proses sebab akibat dari satu sebab, ke sebab lainya.
Kemampuan indera manusia sangatlah terbatas, maka bagaimana bisa manusia berpikir untuk melihat tuhan. Mengimani tuhan dengan melihat dengan mata adalah pemikiran yang bodoh dan sesat. Seperti koloni jutaan bakteri yang menghuni gigi kita, yang meski berusaha melubangi gigi kita setiap harinya, kita tidak akan bisa melihat dan mendengar kegaduhan aktivitas mereka.
Begitupun bakteri, mereka tidak bisa melihat dan merasakan keberadaan kita. Gigi kita adalah habitat bakteri yang teramat luas bagi mereka, dalam dimensi ruang bakteri, gigi kita sama luasnya dengan bumi yang kita diami. Andaikata bakteri memiliki kemampuan indera penglihatan sekalipun, untuk melihat manusia, ia harus berada pada jarak pandang yang cukup dan penglihatan dengan frekuensi yang sangat besar.
Begitupan yang terjadi pada manusia, milyaran manusia yang menghuni bumi yang mungkin ukuranya hanya seukuran atom dari milyaran bintang dan galaksi yang ada. Andai umat manusia bisa menciptakan teleskop super dengan ukuran yang belum pernah dibuat manusia sebelumnya, dengan jangkauan mencapai 10 juta miliar tahun cahaya, itu masih belum bisa mencakup batas alam semesta. Jika kita bisa melihat tempat pada jarak sejuta tahun cahaya sekalipun, tetap informasi kita tentang alam semesta hanya berupa setetes air dari lautan rahasia alam.
Semua yang ada adalah alam, Allah adalah selain darinya. Maka mustahil manusia dengan kemampuan mata yang hanya mempunyai kemampuan frekuensi 40x per detik ini mampu melihat keberadaan Allah. Kemampuan indera penglihatan manusia sepuluh kali di bawah penglihatan seekor burung predator, begitupun kemampuan mendengar juga sangat terbatas, 100 kali lebih buruk bila dibandingkan kemampuan telinga seekor kelalawar.
Dengan analogi bakteri dan astronomi di atas, manusia adalah makhluk yang tak bisa mencakup alam, baik mikrokosmos maupun makrokosmos. Ayat Alquran menjelaskan “Tujuh lapis langit singgasana Allah tak ubahnya 1 keping Dirham yang dilempar ke tengah gurun”. Jalaludin Rumi dalam baitnya, “Semua mata tidak dapat menjangkaunya, sedang ia menjangkau semua mata”.
Allah jelas tak bisa dilihat dengan kemampuan sangat terbatas indera manusia, bahkan untuk sekedar melihat tirainya sekalipun. Hukum sains yang berlaku, untuk melihat segala sesuatu, harus mempunyai lawanya. Kita bisa melihat cahaya cahaya karna ada lawanya berupa kegelapan. Kita bisa menyimpulkan panjang benda, karena ada pendek, mengukur seseorang cerdas karena ada manusia bodoh. Semua yang di alam semesta mempunyai pembanding. Sedang Allah tiada bandingnya.
Gothe, filusuf jerman menguraikan keberadaan tuhan dengan ungkapan syair
Aku adalah harta kekayaan
Yang tak tertampung oleh bumi
Dan tidak pula oleh langit
Tetapi, kalbu dapat menampungku

Digubah dari Buku “Islam, Rahmatan Lil Alamin” Karya Ulama kharismatik Turki, Fetullah Gullen.


Rawamangun, 28 Juni 2014
Share this article :

1 komentar:

Komentar Terbaru

 
Support : Mas Jawa Official Web | Muhammad Idris | Bejos dan Rekan
Proudly powered by PT MAS JAWA CORP
Copyright © 2014. Mas Jawa - Hak Cipta Mas Jawa Dilindungi Undang-Undang
Template Design by Mas Jawa Official Web Published by Bejos